Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap
manusia, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Setiap keluarga
berharap untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Homeschooling (HS) adalah model alternatif kegiatan belajar mengajar selain di sekolah yaitu di
rumah. Homeschooling termasuk dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Informal.
Keberadaan homeschooling sebagai pendidikan informal telah diatur dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi: “Kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri”. Homeschooling menurut Direktorat
Pendidikan Kesetaraan (2006) adalah proses layanan pendidikan yang secara
sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau
tempat-tempat lain dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam
suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak dapat berkembang
secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Preiss (dalam Barbara,
1997) yang mengatakan bahwa homeschooling
merupakan pendidikan alternatif dimana orang tua atau pengasuh diasumsikan
sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan anak mereka. Pawlas
(dalam Boyler, 2002) menjelaskan homeschooling
merupakan suatu situasi belajar mengajar dimana anak-anak/remaja/dewasa
muda yang sebagian besar waktu belajar di sekolah dihabiskan di dalam atau
sekitar rumah sebagai ganti dari menghadiri sekolah formal.
Homeschooling sudah ada di
Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu namun tidak begitu diminati karena para
keluarga lebih memilih sekolah formal yang dinilai lebih terjamin mutu
pendidikannya. Namun beberapa tahun terakhir ini mulai terlihat perkembangan
homeschooling di Indonesia. Menurut Mohammad Hasan Basri pada atikel Tempo
menjelaskan bahwa perkembangan homeschooling yang terjadi akibat dari
rasa ketidakpercayaan orang tua terhadap sekolah formal karena kurikulum terus
berubah dan memberatkan anak, mengaggap anak sebagai objek bukan subjek,
memasung kreativitas dan kecerdasan anak, baik segi emosi, moral, maupun
spiritual.
Dengan berkembangnya homeschooling di
Indonesia maka Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan Informal seperti homeschooling
mengenai hasil pendidikan telah diatur dalam UU No.17/2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal
117 ayat (1) yang berbunyi “Hasil
Pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan
formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Di jelaskan lebih lanjut dalam pasal 117 ayat (2) bahwa
Uji kesetaraan dapat dilakukan melalui program paket A, Program Paket B dan
Program Paket C, dan Program paket C Kejuruan yang dilaksanakan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan.
Undang-undang tersebut memperlihatkan
bahwa pemerintah telah memfasilitasi dan mengakomodasi keberadaan homeschooling
di Indonesia dengan standar tertentu. Dan diharapkan pelaksanaan homeschooling
dapat disesuaikan dengan pengertian, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional.
Pengertian, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional telah terumuskan dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 dan 3 yang berbunyi
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Fungsi Pendidikan Nasional yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun dalam praktek homeschooling tidak semua homeschooling memenuhi penyetaraan pendidikan tersebut. Kesetaraan adalah hak dan bersifat optional. Jika praktisi homeschooling
menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat
memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Penyetaraan ini sebenarnya
tujuannya agar dapat
dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar Pendidikan Nasional
Sesuai
namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling
umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling
dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling
anaknya. Di beberapa tempat, kurikulum yang disetujui secara hukum diperlukan
jika anak berada di kurikulum homeschooling.
Sebuah filosofi kurikulum bebas dari homeschooling dapat disebut unschooling, istilah yang diciptakan pada tahun 1977 oleh
pendidik Amerika dan penulis John Holt di majalahnya Tumbuh
Tanpa Sekolah. Dalam
beberapa kasus pendidikan seni liberal
disajikan dengan menggunakan trivium
dan quadrivium sebagai model utama.
Kelebihan
homeschooling:
- Dapat dikondisikan sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
- Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
- Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah.
- Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.
- Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).
- Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization).
- Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua
Kekurangan homeschooling:
- Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
- Sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah. Anak relatif tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial.
- Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
- Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.