Sabtu, 11 Januari 2014

Homeschooling

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Setiap keluarga berharap untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Homeschooling (HS) adalah model alternatif kegiatan belajar mengajar selain di sekolah yaitu di rumah. Homeschooling termasuk dalam Penyelenggaraan Pendidikan Informal.
Keberadaan homeschooling sebagai pendidikan informal telah diatur dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi: “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Homeschooling menurut Direktorat Pendidikan Kesetaraan (2006) adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak dapat berkembang secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Preiss (dalam Barbara, 1997) yang mengatakan bahwa homeschooling merupakan pendidikan alternatif dimana orang tua atau pengasuh diasumsikan sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan anak mereka. Pawlas (dalam Boyler, 2002) menjelaskan homeschooling merupakan suatu situasi belajar mengajar dimana anak-anak/remaja/dewasa muda yang sebagian besar waktu belajar di sekolah dihabiskan di dalam atau sekitar rumah sebagai ganti dari menghadiri sekolah formal.
Homeschooling sudah ada di Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu namun tidak begitu diminati karena para keluarga lebih memilih sekolah formal yang dinilai lebih terjamin mutu pendidikannya. Namun beberapa tahun terakhir ini mulai terlihat perkembangan homeschooling di Indonesia. Menurut Mohammad Hasan Basri pada atikel Tempo menjelaskan bahwa perkembangan homeschooling yang terjadi akibat dari rasa ketidakpercayaan orang tua terhadap sekolah formal karena kurikulum terus berubah dan memberatkan anak, mengaggap anak sebagai objek bukan subjek, memasung kreativitas dan kecerdasan anak, baik segi emosi, moral, maupun spiritual.
 Dengan berkembangnya homeschooling di Indonesia maka Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan Informal seperti homeschooling mengenai hasil pendidikan telah diatur dalam UU No.17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan  pasal 117  ayat (1) yang berbunyi “Hasil Pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Di jelaskan lebih lanjut dalam pasal 117 ayat (2) bahwa Uji kesetaraan dapat dilakukan melalui program paket A, Program Paket B dan Program Paket C, dan Program paket C Kejuruan yang dilaksanakan oleh Badan Standar  Nasional Pendidikan.
Undang-undang tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah telah memfasilitasi dan mengakomodasi keberadaan homeschooling di Indonesia dengan standar tertentu. Dan diharapkan pelaksanaan homeschooling dapat disesuaikan dengan pengertian, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional. Pengertian, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional telah terumuskan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 dan 3 yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Fungsi Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun dalam praktek homeschooling tidak semua homeschooling memenuhi penyetaraan pendidikan tersebut. Kesetaraan adalah hak dan bersifat optional. Jika praktisi homeschooling menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Penyetaraan ini sebenarnya tujuannya agar dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar Pendidikan Nasional
Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya. Di beberapa tempat, kurikulum yang disetujui secara hukum diperlukan jika anak berada di kurikulum homeschooling. Sebuah filosofi kurikulum bebas dari homeschooling dapat disebut unschooling, istilah yang diciptakan pada tahun 1977 oleh pendidik Amerika dan penulis John Holt di majalahnya Tumbuh Tanpa Sekolah. Dalam beberapa kasus pendidikan seni liberal disajikan dengan menggunakan trivium dan quadrivium sebagai model utama.
Kelebihan homeschooling:
  • Dapat dikondisikan sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
  • Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
  • Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah.
  • Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.
  • Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).
  • Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization).
  • Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua
Kekurangan homeschooling:
  • Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
  • Sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah. Anak relatif tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial.
  • Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
  • Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.